#70yearsIndonesiaItaly #70tahunIndonesiaItaliaKerja sama Indonesia – Italia untuk energi ramah lingkungan. #pertamina #eniLiputan metrotv – Rieska Wulandari
Dikirim oleh KBRI ROMA – Ambasciata – Embassy of Indonesia pada Kamis, 31 Januari 2019
Category: Projects
One fine meeting in Milan
Berkunjung ke Fri-El Acerra, Pembangkit Listrik CPO di Napoli (Italia)
Di Italia, ada sebuah perusahaan yang sukses mengoperasikan pembangkit listrik bertenaga CPO (minyak sawit). Perusahaan ini bagian dari Fri-El Group. Menteri ESDM Ignasius Jonan mengunjungi pembangkit listrik ini sebagai salah satu agenda kunjungannya ke Italia.
Fri El Green Power Group yang sudah berdiri 20 tahun ini memang memiliki sejumlah pembangkit listrik yang menggunakan energi baru terbarukan (renewable energy). Ada dari biogas, hydro, maupun biomass. Perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik biomass berbasis CPO adalah Fri-El Acerra.
Pembangkit listrik Fri-El Acerra ini berada di pinggiran Napoli dan sudah beroperasi sejak akhir Desember 2008. Pada 2011, sebanyak 50 persen saham Fri-El Acerra dimiliki oleh Sinar Mas Agribusiness and Food. Sinar Mas juga yang mengoperasikan pembangkit listrik CPO ini.
Selama dua jam, Jonan beserta rombongan melihat dari dekat bagaimana pembangkit listrik CPO ini beroperasi, Kamis (8/11) dari pukul 12.00 hingga pukul 14.00. Dalam kunjungan ini, Jonan didampingi sejumlah pejabat ESDM, pejabat SKK Migas, direksi PLN, direksi Pertamina, pengusaha di bidang energi dan perusahaan produsen sawit, seperti Sinar Mas Group, Wilmar, dan Triputra. Hadir juga Duta Besar RI untuk Italia Esty Andayani. Mereka diterima oleh Cristian Banfi (Direktur Orange Capital/Sinar Mas), Giuseppe Augello (Power Plant Manager), dan Paolo Giardino (Chief Financial Officer).
Sebelum melihat dari dekat pembangkit listrik Fri-El Acerra, Jonan dan rombongan mendapat penjelasan dari pimpinan Fri-El Acerra mengenai energi baru terbarukan di Italia dan seluk beluk Fri El. Dalam paparannya, Cristian menjelaskan bahwa selama 2017, sebanyak 34 persen kebutuhan listrik Italia sudah di-cover oleh energi baru terbarukan. Target Italia pada 2020 sebagai negara ketiga terbesar di Uni Eropa yang menggunakan bioenergi sebagai sumber pembangkit listrik juga sudah tercapat saat ini. Pemerintah Italia juga telah menargetkan pada 2030 kebutuhan listrik akan dipasok 55 persen dari energi baru terbarukan.
Dalam merealisasikan pembangkit listrik dari energi baru terbarukan, Pemerintah Italia memberikan beberapa skema insentif yang variatif dan sangat ekonomis untuk produsen. Selain itu, produsen juga diprioritaskan untuk menjual produknya ke jaringan litsrik nasional. “Jadi, tidak ada risiko bahwa listrik dari energi baru terbarukan yang diproduksi tidak akan terjual,” kata Cristian Banfi.
Di Italia ada sekitar 300 pembangkit listrik berbahan minyak nabati, yang memiliki kapasitas total mencapai 1 GW (Giga Watt). Saat ini, Fri-El Acerra Power Plant merupakan pembangkit listrik dari minyak nabati cair terbesar di Italia, bahkan di dunia.
Kapasitas Fri-El Acerra sebesar 74,8 MW, yang terdiri dari Artsilla 4x 17,1 MW dan Trivene 1×6,5 MW. Produksi bersih listrik Fri-El Acerra sebesar 600 ribu MW per tahun, yang ekuivalen digunakan sekitar 40 ribu konsumen rumah tangga.
Untuk operasinya, Fri-El Acerra membutuhkan sekitar 125.000 ton CPO selama 1 tahun, dengan asumsi beban puncak. Semua kebutuhan CPO dipasok Sinar Mas Agribusiness and Food langsung dari Indonesia.
Pimpinan Fri-El juga menjelaskan bagaimana proses produksi listrik berbahan CPO ini.
Setelah mendapat penjelasan dari pimpinan Fri-El Acerra, Jonan dan rombongan meninjau ruang kontrol pengoperasian pembangkit listrik ini. Dari ruang kontrol ini, dapat dimonitor berapa banyak produksi listrik yang dihasilkan dan berapa banyak yang didistribusikan. Dari ruang ini juga diketahui bagaimana mesin-mesin dan turbin berjalan baik atau tidak.
Jonan juga melihat dari dekat mesin diesel yang membakar CPO dan mengubah menjadi energi listrik. Jonan juga melihat beberapa instalasi lain dalam pembangkit listrik Fri-El Acerra.
Lawatan Jonan dan rombongan ke Fri-El Acerra ini terkait keinginan Indonesia untuk memanfaatkan CPO untuk pembangkit listrik dengan lebih besar. Saat ini, pemerintah Indonesia sudah membangun pilot project pembangkit listrik berbahan CPO di Belitung, namun hanya kapasitas kecil, sebesar 5 MW. Pemanfaatan CPO ini merupakn bagian dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan bauran energi dari energi baru terbarukan sebanyak 23 persen pada tahun 2025.
source: www.kumparan.com
Katalis, Inovasi Pengganti BBM (Pertalite, Pertamax, Avtur dan Diesel) dari Minyak Sawit
Jakarta – Setiap hari, Indonesia mengimpor 400 juta barel bahan bakar minyak (BBM) guna memenuhi kebutuhan minyak nasional. Karena itu, energi alternatif terus diupayakan untuk menghapus, atau paling tidak, meminimalisasi ketergantungan tersebut.
Adalah katalis, inovasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini digadang-gadang mampu menggantikan BBM yang selama ini bersumber dari fosil.
Cara kerjanya, katalis mengonversi minyak kelapa sawit menjadi sejumlah produk BBM, antara lain Pertamax, Pertalite, Avtur, hingga Diesel.
“(Katalis) ternyata menghasilkan gasoline yang lebih baik dari fosil. Contoh, oktan fosil biasanya 92 sampai 98, yang 98 itu Pertamax. Tapi ini, dengan menggunakan katalis, oktannya sampai 110,” terang Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, pada Selasa (30/10) di Jakarta kepada awak media.
Tak hanya itu, lanjut Nasir, diesel yang dihasilkan dari katalis juga memiliki setana yang jauh lebih baik. Jika diesel fosil memiliki setana 40 hingga 47, diesel katalis sampai 60. Sehingga pembakarannya sempurna.
“Untuk avtur, fosil memiliki tingkat beku minus 37 sampai minus 47. Kalau greenavtur dari katalis, bisa mencapai minus 60,” ujarnya.
Menristekdikti menyebut katalis kini sudah mulai diuji coba oleh Pertamina, di antaranya Pertamina Cilacap dan Pertamina Dumai. Dalam jangka pendek, kedua pertama tersebut akan berkonsentrasi pada produksi gasolin dan diesel.
“Kalau bisa full dari kelapa sawit ini, saya yakin kita akan berhenti impor,” tandasnya.
source: jurnas.com
Jadikan Tunisia dan Maroko Hub Perdagangan Minyak Sawit di Afrika dan Uni Eropa
Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus menggarap pasar potensial di kawasan Afrika. Kali ini, dengan menyasar kawasan Afrika Utara, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memimpin secara langsung rangkaian misi dagang ke Tunisia dan Maroko pada 24-28 Juni 2018. Pelaksanaan misi dagang ke Maroko bersinergi dengan ajang Fes Meknes Economic Forum (FMEF) di kota Fez.
“Afrika merupakan pasar potensial bagi produk Indonesia dan Kemendag berkomitmen untuk menggarap pasar tersebut dengan maksimal. Tunisia dan Maroko diharapkan dapat menjadi hub bagi produk Indonesia di kawasan Afrika, khususnya Afrika bagian Utara dan Uni Eropa,” jelas Enggartiasto dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, belum lama ini.
Tunisia, lanjut Enggartiasto, telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dengan Uni Eropa sejak tahun 2008 sehingga tarif bea masuk dari Tunisia ke Eropa menjadi 0%. “Hal ini dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengekspor produknya ke Eropa melalui Tunisia. Dengan demikian, produk kita akan menjadi lebih kompetitif,” imbuh Mendag.
Misi dagang Indonesia ke Tunisia diikuti 21 pelaku bisnis dari 11 perusahaan dan lembaga dari berbagai sektor usaha. Sedangkan misi dagang ke Maroko diikuti sebanyak 35 pelaku usaha dari 18 perusahaan dan pemerintah daerah Sumatra Barat. Sektor usaha tersebut antara lain minyak kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, makanan dan minuman, rempah-rempah (pala, lada, cengkeh), peralatan medis, perhiasan, furnitur, bahan bangunan, produk-produk militer, ban, dan karet.
Turut serta pula Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan KSO Sucofindo-Surveyor Indonesia.
Menurut Mendag, misi dagang adalah salah satu cara penetrasi pasar ekspor yang dapat meningkatkan volume perdagangan lebih cepat karena para pelaku usaha dapat bertemu dengan mitranya secara langsung.
Lantas di Tunisia, Kemendag juga akan melakukan perundingan bilateral terkait kesepakatan tarif preferensi (Preferential Tariff Agreement/PTA). Tarif bea masuk yang masih relatif tinggi dinilai sebagai salah satu kendala untuk masuk ke pasar Tunisia. Padahal produk-produk Indonesia cukup kompetitif di pasar Tunisia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda menyampaikan bahwa masih belum cukup banyak produk Indonesia yang masuk ke pasar Tunisia, meskipun Tunisia merupakan pasar tujuan ekspor yang potensial bagi Indonesia di kawasan Afrika bagian Utara. “Dengan misi dagang ini diharapakan dapat diperoleh hasil yang maksimal sehingga ekspor Indonesia ke Tunisia dapat terus meningkat,” tutur Arlinda.
Lebih lanjut kata Arlinda, interaksi antar-pelaku usaha baik dari Tunisia maupun Maroko juga akan terus ditingkatkan. Salah satunya melalui kegiatan business matching. “Melalui kegiatan tersebut para pelaku usaha Indonesia dipertemukan dan dapat berinteraksi langsung dengan mitranya,” imbuhnya.
Sekilas Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Tunisia
Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Tunisia yang terjadi selama ini yaitu di sektor nonmigas dan belum ada perdagangan untuk sektor migas. Pada tahun 2017, tercatat ekspor produk nonmigas Indonesia ke Tunisia sebesar USD 55,19 juta. Sedangkan impor produk nonmigas dari Tunisia pada tahun yang sama mencapai USD 32,77 juta. Untuk itu, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan Tunisia sebesar USD 22,42 juta.
Produk ekspor utama Indonesia ke Tunisia antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya (58,27%); minyak kelapa dan turunannya/kopra (5,3%); palm kernel (10,57%); benang filamen sitetis (2,42%); serat benang sintetis (2,75%); lysine(3,34%). Sedangkan impor Indonesia dari Tunisia antara lain kurma (59,47%); calcium hydrogenorthophosphate (5,63%);calcium phosphates (9,83%); electrical switches (7,17%); serta kulit domba (2,51%).
sumber: infosawit.com